Suara Hati Dari Seorang Anak Bangsa
    Dibaca 1906 kali

Oleh : Arman Mannahawu

 

Saya, sebagai anak Bangsa yang Alhamdulillah diberikan Oleh Allah mata melihat dan hati merasakan suasana kebathinan Bangsa Indonesia saat ini. Nasionalisme yang pernah dirajut efektif merekat dan menyulam "kata" Merdeka Atau Mati dikarenakan rasa yang sama, rasa terjajah dan perasaan ingin merdeka, jika tidak lebih baik mati. Dan tantangan besar saat ini dikarenakan rasa itu bermacam rasa sebab negeri ini telah kaya raya.

 

Adegan bangsaku... si "nenek" tua renta tanpa daya fisik dan ekonomi di vonis penjara berbulan-bulan oleh yang mulia hakim persidangan, terlihat berlutut di persidangan memohon ampun sambil terisak tangis.
Adegan bangsaku... si "Arif" nan baik hati di vonis merugikan keuangan negara sementara objek materi kasus memiliki manfaat ke masyarakat, tengah dinikmati, jaringan air itu dipakai mandi, minum, wudhu, mencuci, dan buang hajat. Dan di persidangan diantara hakimnya miliki dissention opinion (perbedaan pendapat) bahwa terdakwa "harusnya bebas dari tuntutan".


Maaf, adegan bangsaku itu jangan di interupsi karena wajar jika semuanya dijalankan dengan perspektif normatif (melaksanakan hukum berdasarkan teks undang-undang). Walaupun hakikatnya sebuah persidangan diperbolehkan menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang ada dalam masyarakat atau dengan kata lain (hakim) melakukan terobosan hukum agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Adegan ini cukup memperkenalkan aku pada kalimat, di negeri ini kita miskin "tidak boleh" dan punya duit "disoal".

 

Adegan bangsaku... menjalani sejarah pernah dengan konsep Nasakom (nasional, agama, dan komunis) dan "untungnya" ada komunis yang dapat menjadi musuh kalangan agamais dan nasionalis sehingga nasionalis dan agamais berkawan.


Bedanya saat ini, dikarenakan konsep negeriku tinggal nasionalis dan agamais maka tidak ada lagi musuh bersama untuk mereka berdua, dan saya khawatir justru mereka "berhadapan". Agenda aksi demonstrasi yang sedianya akan berlangsung pada 4 November 2016 di Jakarta cukup menyita perhatian, arus massa yang akan lakukan demonstrasi adalah mayoritas kelompok agama dan tentu atas dasar menjaga NKRI maka pemerintah/TNI/POLRI sebagai kesatuan nasionalis/negarawan akan melakukan pengawalan demonstrasi yang diharapkan berjalan dengan baik. Sedianya demonstrasi menyampaikan pendapat di muka umum sah secara hukum tetapi dari berbagai kasus ada-ada saja insiden provokasi yang melahirkan bentrok antara demonstran dengan pihak keamanan.

 

Adegan ini membuatku khawatir, jangan sampai dua kelompok (nasionalis dan agamais) yang seharusnya menjadi pondasi bangunan NKRI ini kemudian saling tindih-menindih dan mengakibatkan robohnya dinding bangsa dan tentu membuat rangka dan atap bangunan ambruk.

 


Jika bicara suku, ras, dan agama kita BERBEDA, maka mari kita bicara tentang INDONESIA
Jika menyinggung suku, ras, dan agama adalah menyinggung INDONESIA maka itu pedihku dan pedihmu

 

Olehnya itu, dari Makassar kuberteriaaaaaakkkkk, KALAU TERUS BERTENGKAR HABISLAH KITA !!!
Hukum kita bukan soal Hukum-menghukum Rakyat
Hukum kita mengatur kepentingan wujudkan kesejahteraan Rakyat
Hukum kita adalah wujud kedaulatan Indonesia, lindungi Bangsa dari luar dan jaga Bangsa dari dalam

 

Damailah karena ini bukan soal kalah dan menang, ini soal malu bertengkar di Hadapan Tuhan
Indonesia harus KUAT, jangan sesama anak bangsa saling melemahkan
Indonesia harus BESAR, jangan sesama anak bangsa saling mengerdilakan

 

Yaa Allah, jagalah kepala kami karena jika kepala dan isinya sudah sakit apalah arti raga ini, kami tidak ingin menjadi mayat hidup

 

Yaa Allah, beri kami daya untuk kami kuat hidup berdampingan, kekurangan untuk kami tutupi kemudian benahi bersama, kelebihan kami satupadukan untuk Indonesia Lebih Baik

 

Amiiin !!!
 
*Penulis Adalah Ketua DPD KNPI Kota Makassar

Bagikan Berita Ini: